Gemas rasanya ketika Joko Widodo selalu ditanya mengenai kesiapan dirinya untuk menjadi calon presiden Indonesia dan gemas juga ketika mendengar jawaban dari orang yang sering di sapa Jokowi. Beliau selalu menjawab, "nggak mikir...nggak mikir..." atau "saya sedang fokus mengurusi Jakarta". Tidak pernah keluar jawaban yang pasti Ya atau Tidak. Memang jawaban mengambang seperti itu membuat pusing lawan-lawan politiknya, karena harus memikirkan strategi-strategi yang pas. Tetapi rakyat juga dibuat pusing dengan jawaban itu. Berbeda dengan rekan politiknya di PDI-P, Tri Rismaharini yang saat ini menjabat sebagai Walikota Surabaya. Dia tegas tidak mau dicalonkan sebagai presiden seperti yang diberitakan oleh tribunnews.com.
Menurut saya pribadi, terlalu cepat menilai Jokowi pantas menjadi presiden. Ada beberapa alasan yang membuat Jokowi belum saatnya jadi presiden:
1. Jokowi bisa dinilai haus kekuasaan
Saat Jokowi memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, dia masih menyisakan masa jabatannya di kota Solo. Sekarang, jika Jokowi benar-benar mencalonkan diri sebagai Presiden RI, dia juga masih menyisakan masa jabatannya di DKI Jakarta. Tidak menutup kemungkinan Jokowi akan mundur sebagai Gubernur dan fokus terhadap pencalonanya sebagai presiden. Hal ini bisa dinilai sebagian kalangan termasuk saya, bahwa Jokowi tidak loyal terhadap pemilihnya dan hanya haus kekuasaan semata karena tidak menyelesaikan masa jabatannya.
2. Masih banyak PR Jokowi untuk Jakarta
Jokowi yang saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta belum memberikan solusi bagi masalah yang ada di wilayah kekuasaannya. Banjir masih melanda, macet belum teratasi, optimalisasi transjakarta belum terwujud. Apalagi masyarakat Jakarta berharap besar perubahan Jakarta ada di tangan Jokowi. Rencana-rencana dari Jokowi tentang Jakarta Baru yang dicanangkan saat kampanye dahulu tidak akan terealisasi dan hanya terwujud di atas kertas saja.
3. Kepala Daerah lebih berkuasa
Indoneia memiliki undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah. Salah satu pasalnya mengatur tentang Otonomi Daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (referensi: [link]) Jadi dalam urusan pembangunan daerah, kepala daerah lebih berkuasa daripada kepala negara. Menurut saya, Jokowi adalah tipe pemimpin yang ingin melihat secara langsung rencana-rencana pembangunannya sudah direalisasi atau belum. Berbeda dengan kepala negara, rencana-rencana strategisnya lebih banyak diserahkan kepada menteri-menterinya.
Alasan terakhir ialah sebagian masyarakat pasti belum bisa menerima Ahok sebagai pemimpin. Masih ingat kasus Lurah Lenteng Agung yang ditolak habis-habisan di wilayahnya dengan alasan klasik. Jika Jokowi menjadi presiden, otomatis Ahok akan menggantikan sebagai Gubernur. Bukan tidak mungkin penolakan seperti Lurah Lenteng Agung kembali mengemuka.
Kita tunggu saja apa yang akan dilakukan Joko Widodo nantinya. Saya yakin Jokowi tidak akan lagi setia kepada Megawati. Tapi Jokowi lebih setia kepada masyarakat Jakarta yang memilihnya.
sumber gambar: http://birokrasi.kompasiana.com/2012/10/21/ali-sadikin-jokowi-dan-jakarta-baru-502590.html
Menurut saya pribadi, terlalu cepat menilai Jokowi pantas menjadi presiden. Ada beberapa alasan yang membuat Jokowi belum saatnya jadi presiden:
1. Jokowi bisa dinilai haus kekuasaan
Saat Jokowi memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, dia masih menyisakan masa jabatannya di kota Solo. Sekarang, jika Jokowi benar-benar mencalonkan diri sebagai Presiden RI, dia juga masih menyisakan masa jabatannya di DKI Jakarta. Tidak menutup kemungkinan Jokowi akan mundur sebagai Gubernur dan fokus terhadap pencalonanya sebagai presiden. Hal ini bisa dinilai sebagian kalangan termasuk saya, bahwa Jokowi tidak loyal terhadap pemilihnya dan hanya haus kekuasaan semata karena tidak menyelesaikan masa jabatannya.
2. Masih banyak PR Jokowi untuk Jakarta
Jokowi yang saat ini menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta belum memberikan solusi bagi masalah yang ada di wilayah kekuasaannya. Banjir masih melanda, macet belum teratasi, optimalisasi transjakarta belum terwujud. Apalagi masyarakat Jakarta berharap besar perubahan Jakarta ada di tangan Jokowi. Rencana-rencana dari Jokowi tentang Jakarta Baru yang dicanangkan saat kampanye dahulu tidak akan terealisasi dan hanya terwujud di atas kertas saja.
3. Kepala Daerah lebih berkuasa
Indoneia memiliki undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah. Salah satu pasalnya mengatur tentang Otonomi Daerah. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (referensi: [link]) Jadi dalam urusan pembangunan daerah, kepala daerah lebih berkuasa daripada kepala negara. Menurut saya, Jokowi adalah tipe pemimpin yang ingin melihat secara langsung rencana-rencana pembangunannya sudah direalisasi atau belum. Berbeda dengan kepala negara, rencana-rencana strategisnya lebih banyak diserahkan kepada menteri-menterinya.
Alasan terakhir ialah sebagian masyarakat pasti belum bisa menerima Ahok sebagai pemimpin. Masih ingat kasus Lurah Lenteng Agung yang ditolak habis-habisan di wilayahnya dengan alasan klasik. Jika Jokowi menjadi presiden, otomatis Ahok akan menggantikan sebagai Gubernur. Bukan tidak mungkin penolakan seperti Lurah Lenteng Agung kembali mengemuka.
Kita tunggu saja apa yang akan dilakukan Joko Widodo nantinya. Saya yakin Jokowi tidak akan lagi setia kepada Megawati. Tapi Jokowi lebih setia kepada masyarakat Jakarta yang memilihnya.
sumber gambar: http://birokrasi.kompasiana.com/2012/10/21/ali-sadikin-jokowi-dan-jakarta-baru-502590.html
Alasan yang cukup masuk akal, barangkali kalau memang kinerja jokowi di DKI Jakarta bagus bukan tidak mungkin sih kalau suatu hari nanti beliau dapat menjadi presiden :D
ReplyDeleteSaya harap juga begitu
ReplyDeletekemungkinan besar wakilnya dari golongan non-Islam. Bukannya SARA, cuma melihat tren yg ada.
ReplyDelete