Ads 468x60px

Sunday, March 29, 2009

Situ Gintung Milik Siapa…

Situ Gintung yang merupakan tempat penampungan air untuk daerah Jakarta jebol akibat tidak bisa menampung debit air dari curah hujan yang cukup tinggi pada saat kejadian. “Tsunami di tengah kota”, ungkapan ini bisa menggambarkan dari musibah yang terjadi di Situ Gintung, Tanggerang, Banten. Ungkapan tsunami, bisa mewakili bencana tersebut, karena Situ Gintung adalah waduk air yang lebih tinggi dari pada pemukiman warga yang ada di sekitar. Situ yang di buat pada zaman Belanda ini (menurut beberapa situs berita sekitar tahun 1930), awalnya adalah sebuah sungai yang kemudian di bendung karena berfungsi untuk mengairi daerah sekitar situ yang memang dulunya adalah tempat pertanian yang kemudian sekarang telah berubah menjadi tempat pemukiman.
Mengutip dari liputan6.com “Warga sebetulnya sudah sering mengeluh soal tanggul. Kapasitasnya 1,5 juta meter kubik, belum lagi dengan terus adanya pendangkalan. Jika dibangun pada zaman Belanda, wajar akhirnya Situ Gintung jebol. Bisa dipahami jika tanggul ini kemudian tidak mampu menampung curah hujan yang intensitasnya makin tinggi.”

Waduk yang di buat pada zaman Belanda seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah apalagi di sekitarnya terdapat pemukiman warga. Kemungkinan ketidakadanya perhatian dari pemerintah karena tidak adanya kejelasan tentang siapa yang berhak mengurus Situ Gintung ini. Apakah pemerintah daerah Banten atau pemerintah daerah DKI Jakarta atau pemerintah pusat. Kejadian yang menarik ketika Gubernur Banten dan Gubernur DKI di wawancarai (berita liputan6). Kedua Gubernur ini saling menyalahkan, seolah keduanya tidak peduli tentang keberadaan Situ Gintung.
Mengutip dari detiknews.com, terdapat 4 kelalaian pemerintah yaitu..
Pertama, tidak ada inspeksi rutin dari pemerintah terhadap tanggul yang sudah uzur tersebut. Jika inspeksi secara rutin dilakukan, idealnya 6 bulan sekali, pemerintah pasti punya data mengenai perkembangan tanggul.
Kedua, pemerintah kurang merawat tanggul yang sudah tua tersebut. Pangkal mulanya adalah inspeksi yang tidak rutin dilaksanakan sehingga pemerintah tidak paham betul bagaimana dan bagian mana yang harus dirawat.
Ketiga, kesalahan pemerintah terletak pada kurangnya peringatan terhadap warga atas potensi jebolnya tanggul. Padahal pemerintah selaku penanggung jawab wajib memberikan peringatan kepada warga.
Kesalahan keempat terletak pada pelanggaran tata ruang yang dilakukan pemerintah. Seharusnya lokasi pemukiman warga terdekat letaknya dari bangunan tanggul dan bantaran sungai berjarak 20 meter. Jika dipatuhi, tentu jumlah korban jiwa tidak sebesar sekarang.
Memang pengelolaan daerah penyanggah DKI (Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi) selalu membingungkan. Apakah pemerintah DKI yang mengelola atau pemerintah propinsi jabar atau Banten yang mengelola. Begitu juga dengan Situ Gintung, waduk ini letaknya di perbatasan propinsi DKI dengan Banten. Tetapi seharusnya kebingungan ini tidak terjadi, karena kedua propinsi seharusnya bekerja sama untuk mengelola daerah penyanggah DKI ini. Semoga musibah di Situ Gintung bisa membuka mata kedua Gubernur untuk tidak saling menyalahkan, dan semoga orang-orang yang meninggal di sana di ampuni dosanya serta di terima amal ibadahnya, serta bagi keluarga yang di tinggalkan di beri kekuatan untuk bangkit lagi tidak berlama-lama terpuruk dalam kesedihan.

*) gambar di ambil dari liputan6.com

2 Comments:

  1. duwh payah... ko maen saling menyalahkan ya.. :-/

    ReplyDelete
  2. yaa semoga gak cuma saling menyalahkan,,tp saling membantu..
    daripada sibuk kampanye gak jelas, mending kasih perhatian k situ gintung dikitlah...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Instagram

Instagram

Statistics


Visit Indonesia

visit indonesia Warung Blogger